Kategori: Uncategorized

  • Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia

    Sejarah Kepolisian Negara Republik Indonesia

    Kepolisian Negara Republik Indonesia (disingkat POLRI) adalah Lembaga penegak hukum NASIONAL dan Kepolisian negara di Indonesia sekarang dibawah naungan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Republik Indonesia (Kemenko Polhukam RI). Polisi Indonesia pada tanggal 21 Agustus 1945 menyatakan bahwa Kepolisian Indonesia tidak lagi dibawah pemerintahan kekaisaran Jepang yang pada saat itu mayoritas anggota sebagian besar adalah Polisi Istimewa. Kepolisian ini bernama Polisi Republik Indonesia yang terdiri atas polisi istimewa dan polisi umum yang dipersatukan menjadi kepolisian secara nasional pada tanggal 1 Juli 1946 ,lalu berubah nama menjadi Badan Polisi Negara (BPN), Djawatan Polisi Negara (DPN) dan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI). Polri mempunyai motto Rastra Sewakottama yang artinya Abdi Utama bagi Nusa Bangsa. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian negara di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, penjabaran tugas kepolisian dijelaskan pada pasal 14 Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia

    Arti lambang

    lambang dan motto Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berbunyi Rastra Sewakottama (“राष्ट्र सेवकोत्तम”), yang merupakan dari bahasa Sansekerta yang berarti “Pelayan utama Bangsa”. Dalam bahasa Sansekerta, Rastra (“राष्ट्र”) berarti “bangsa” atau “rakyat”, dan sewakottama (“सेवकोत्तम”) berarti “pelayan terbaik”, maka disimpulkan bahwa Rastra Sewakottama berarti “pelayan terbaik bangsa/rakyat”, dan dipahami sebagai “Polri sebagai pelayan dan abdi utama negara dan bangsa”. Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954

    Sejarah

    Sebelum kemerdekaan Indonesia

    Masa kolonial Belanda

    Pada zaman Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan..

    Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.

    Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur general (Jaksa Agung). Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultuur politie (police pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.

    Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan perbedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hoofd agent (bintara), inspecteur van politie, dan commissaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi.

    Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.

    Pada akhir tahun 1920-an atau permulaan tahun 1930 pendidikan dan jabatan hoofd agent, inspecteur, dan commisaris van politie dibuka untuk putra-putra pejabat Hindia Belanda dari kalangan pribumi.

    Masa pendudukan Jepang

    Pada masa ini Jepang membagi wilayah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.

    Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tetapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sodokan yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala polisi. Pada Tahun 29 April 1943 , Di indonesia dibentuk Kepolisian bernama Tokubetsu Keisatsutai / Pasukan Polisi Istimewa

    Awal kemerdekaan Indonesia

    Periode 1945–1950

    Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan PETA dan Gyugun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.

    Inspektur Polisi Kelas I Moehammad Jasin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang. Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik Komisaris Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).

    Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

    Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri.

     Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.

    Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan maka Polri di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI. Polri menyatakan dirinya “combatant” yang tidak tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti dikenal dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera Utara, Sumatera Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan lain-lain.

    Pada masa kabinet presidensial, pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1 Tahun 1948 yang menetapkan bahwa Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.

    Pada masa revolusi fisik, Kapolri Komisaris Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo telah mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafroeddin Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah, Djawatan Kepolisian dipimpin Komisaris Besar Polisi Umar Said (tanggal 22 Desember 1948).

    Hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta.

    Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Djawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan, dipertanggung jawabkan pada menteri dalam negeri.

    Umur RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Djawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari adanya kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.

    Periode 1950–1959

    Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap dijabat Komisaris Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo yang bertanggung jawab kepada perdana menteri/presiden.

    Waktu kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena belum ada kantor, digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian sampai sekarang. Ketika itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara.

    Sampai periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota Polri terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri, sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi. Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai negeri berada di bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan gaji dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOOL) di mana gaji Polri relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya (mengacu standar PBB).

    Masa Demokrasi Terpimpin

    Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.

    Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI/1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).

    Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, Komisaris Jenderal Polisi R.S. Tjokrodiatmodjo menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 Komisaris Jenderal Polisi R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo mengundurkan diri setelah menjabat Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959.

    Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.

    Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.

    Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri/KASAK, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KASAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak).

    Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangad) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut:

    1. Alat Negara Penegak Hukum.
    2. Koordinator Polsus.
    3. Ikut serta dalam pertahanan.
    4. Pembinaan Kamtibmas.
    5. Kekaryaan.
    6. Sebagai alat revolusi.

    Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan Polri selama satu tahun di Magelang. Sementara pada tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah besar karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusup mempengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.

    Masa Orde Baru

    Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU, dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.

    Setelah Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan Menhankam/Pangab diserahkan kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya sangat menyulitkan perkembangan Polri yang secara universal memang bukan angkatan perang.

    Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Staf Angkatan Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969.

    Pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL, AU, dan AK diganti menjadi Kepala Staf Angkatan.

    Masa reformasi

    Sejak bergulirnya reformasi pemerintahan 1998, terjadi banyak perubahan yang cukup besar, ditandai dengan jatuhnya pemerintahan orde baru yang kemudian digantikan oleh pemerintahan reformasi di bawah pimpinan presiden B.J. Habibie di tengah maraknya berbagai tuntutan masyarakat dalam penuntasan reformasi, muncul pada tuntutan agar Polri dikeluarkan dari ABRI dengan harapan Polri menjadi lembaga yang profesional dan mandiri, jauh dari intervensi pihak lain dalam penegakan hukum.

    Sejak 5 Oktober 1998, muncul perdebatan di sekitar presiden yang menginginkan pemisahan Polri dan ABRI dalam tubuh Polri sendiri sudah banyak bermunculan aspirasi-aspirasi yang serupa. Isyarat tersebut kemudian direalisasikan oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie melalui instruksi Presiden No. 2 tahun 1999 yang menyatakan bahwa Polri dipisahkan dari ABRI.

    Upacara pemisahan Polri dari ABRI dilakukan pada tanggal 1 April 1999 di lapangan upacara Mabes ABRI di Cilangkap, Jakarta Timur. Upacara pemisahan tersebut ditandai dengan penyerahan Panji-panji Tribrata Polri dari Kepala Staf Umum ABRI Letnan Jenderal TNI Sugiono kepada Sekjen Dephankam Letnan Jenderal TNI Fachrul Razi, kemudian diberikan kepada Kapolri Jenderal Polisi Roesmanhadi.

    Maka sejak tanggal 1 April, Polri ditempatkan di bawah Dephankam. Setahun kemudian, keluarlah TAP MPR No. VI/2000 serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI, kemandirian Polri berada di bawah Presiden secara langsung dan segera melakukan reformasi birokrasi menuju Polisi yang mandiri, bermanfaat dan professional. Pemisahan ini pun dikuatkan melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945 ke-2 yang dimana Polri bertanggung jawab dalam bidang keamanan dan ketertiban, sedangkan TNI bertanggung jawab dalam bidang pertahanan. Pada tanggal 8 Januari 2002, diundangkannya UU No. 2 tahun 2002 mengenai Kepolisian Republik Indonesia oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

    Isi dari Undang Undang tersebut selain pemisahan tersebut, Kapolri bertanggung jawab langsung pada Presiden dibanding sebelumnya di bawah Panglima ABRI, pengangkatan Kapolri yang harus disetujui Dewan Perwakilan Rakyat, dibentuknya Komisi Kepolisian Nasional untuk membantu Presiden membuat kebijakan dan memilih Kapolri. Kemudian Polri dilarang terlibat dalam politik praktis serta dihilangkan hak pilih dan dipilih, harus tunduk dalam peradilan umum dari sebelumnya melalui peradilan militer. Internal kepolisian sendiri pun memulai reformasi internal dengan dilakukan demiliterisasi Kepolisian dengan menghilangkan corak militer dari Polri, perubahan paradigma angkatan perang menjadi institusi penegak hukum dan keamanan yang profesional, penerapan paradigma Hak Asasi Manusia, penarikan Fraksi ABRI (termasuk Polri) dari DPR, perubahan doktrin, pelatihan dan tanda kepangkatan Polri yang sebelumnya sama dengan TNI, dan lainnya. Reorganisasi Polri pasca reformasi diatur dalam Perpres No. 52 tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Republik Indonesia.

    Selain Kepolisian, pada masa Reformasi juga banyak dibentuk lembaga baru yang bertugas untuk penegakan hukum dan pembuatan kebijakan keamanan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (2002), Badan Narkotika Nasional (2009), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (2010), Badan Keamanan Laut (2014). Perwira aktif Polri dapat menjabat dalam lembaga ini, baik menjadi penyidik, pejabat struktural sampai pimpinan. Lembaga-lembaga ini nantinya berkoordinasi dengan Polri sesuai tugas dan tanggung jawabnya.

    Selain dari paradigma dan organisasi, sampai saat ini polisi pun berbenah perlahan-lahan mendisiplinkan dan meningkatkan integritas anggotanya. Mengingat pada masa reformasi tidak sedikit anggota Kepolisian yang terungkap ke publik melanggar kode etik profesi bahkan terjerat hukum seperti korupsi, suap, rekening gendut, narkoba, dll. Selain kasus hukum, saling serang antara anggota Polri dan TNI di lapangan dan ketegangan antar lembaga penegak hukum masih mewarnai perjalanan reformasi Kepolisian.

    Tugas dan wewenang

    Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

    • memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
    • menegakkan hukum; dan
    • memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

    Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

    • melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
    • menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
    • membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
    • turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
    • memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
    • melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
    • melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
    • menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
    • melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
    • melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
    • memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
    • melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

    • menerima laporan dan/atau pengaduan;
    • membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;
    • mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
    • mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
    • mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;
    • melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;
    • melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
    • mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
    • mencari keterangan dan barang bukti;
    • menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
    • mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
    • memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
    • menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

    Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:

    • memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;
    • menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;
    • memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;
    • menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
    • memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;
    • memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;
    • memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;
    • melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;
    • melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;
    • mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;
    • melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

    Organisasi

    Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai ke kewilayahan. Polri tingkat pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri); sedang Polri tingkat kewilayahan disebut Kepolisian Daerah (Polda) di tingkat provinsi, Kepolisian Resor (Polres) di tingkat kabupaten/kota, dan Kepolisian Sektor (Polsek) di wilayah kecamatan.

    Markas besar

    Unsur pimpinan

    Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kapolri berpangkat Jenderal Polisi. Pada 27 Januari 2021, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. resmi menjadi Kapolri baru menggantikan Jenderal Polisi Drs. Idham Azis, M.Si.. Kapolri dibantu oleh seorang Wakil Kepala Polri berpangkat Komisaris Jenderal Polisi. Wakapolri saat ini dijabat oleh Komisaris Jenderal Polisi. Drs. H. Ahmad Dofiri, M.Si.

    Unsur pengawas dan pelaksana pimpinan

    Unsur pengawas dan Pelaksana pimpinan terdiri dari:

    • Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan pengawasan dan pemeriksaan umum dan perbendaharaan dalam lingkungan Polri termasuk satuan-satuan organisasi non struktural yang berada di bawah pengendalian Kapolri. Saat ini dipimpin oleh Komisaris Jenderal Polisi. Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum., M.Si., M.M.
    • Asisten Utama Kapolri Bidang Operasi (Astama Ops), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang operasional dalam lingkungan Polri termasuk koordinasi dan kerjasama eksternal serta pemberdayaan masyarakat dan unsur-unsur pembantu Polri lainnya. Dalam pelaksanaan tugasnya, Astamaops dibantu oleh seorang wakil Astamaops (Waastamaops). Astama Ops saat ini dipegang oleh Inspektur Jenderal Polisi. Drs. Verdianto Iskandar Bitticaca, M.Hum.
    • Asisten Utama Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Anggaran (Astamarena), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi perencanaan umum dan pengembangan, termasuk pengembangan sistem organisasi dan manajemen serta penelitian dan pengembangan dalam lingkungan Polri. Dalam pelaksanaan tugasnya, Astamarena dibantu oleh seorang Wakil Astamarena (Wa Astamarena). Astamarena saat ini dijabat oleh Inspektur Jenderal Polisi. Wahyu Hadiningrat, S.I.K., M.H.
    • Staf Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (AS SDM), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi manajemen bidang sumber daya manusia termasuk upaya perawatan dan peningkatan kesejahteraan personel dalam lingkungan Polri. Saat ini dijabat oleh Inspektur Jenderal Polisi. TBA.
    • Staf Kapolri Bidang Logistik (Aslog), bertugas membantu Kapolri dalam penyelenggaraan fungsi logistik dalam lingkungan Polri. Aslog dijabat oleh Inspektur Jenderal Polisi. Raden Prabowo Argo Yuwono, S.I.K., M.Si.
    • Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam), adalah unsur pelaksana staf khusus bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal. Kadiv Propam saat ini adalah Inspektur Jenderal Polisi. Abdul Karim, S.I.K., M.Si.
    • Divisi Hukum (Div Kum) adalah unsur pengawas dan pembantu pimpinan di bidang hukum pada tingkat Mabes Polri yang berada di bawah Kapolri, dengan pimpinan Inspektur Jenderal Polisi. Viktor Theodorus Sihombing, S.I.K., M.Si.
    • Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas) adalah unsur pengawas dan pembantu pimpinan di bidang hubungan masyarakat pada tingkat Mabes Polri yang berada di bawah Kapolri, dengan pimpinan Inspektur Jenderal Polisi. Dr. Sandi Nugroho, S.I.K., S.H., M.Hum.
    • Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter), adalah unsur pembantu pimpinan bidang hubungan internasional yang ada di bawah Kapolri. Bagian ini membawahi National Crime Bureau Interpol (NCB Interpol), untuk menangani kejahatan internasional. Dengan pimpinan Inspektur Jenderal Polisi. Krishna Murti, S.I.K., M.Si.
    • Divisi Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (Div TIK), adalah unsur pembantu pimpinan di bidang informatika yang meliputi teknologi informasi dan komunikasi elektronika. Dipimpin oleh Inspektur Jenderal Polisi. Slamet Uliandi, S.I.K.
    • Staf Ahli Kapolri, bertugas memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai bidang keahliannya. Koordinator Staf Ahli Kapolri adalah Inspektur Jenderal Polisi. Drs. Herry Rudolf Nahak, M.Si.
    • Staf Pribadi Pimpinan (Spripim) adalah unsur pelayanan yang bertugas membantu Kapolri/Wakapolri dalam melaksanakan tugas kedinasan dan tugas khusus dari Kapolri/Wakapolri. Dipimpin oleh Komisaris Besar Polisi. Dedy Murti Haryadi, S.I.K., M.Si.
    • Sekretariat Umum (Setum) adalah unsur pelayanan yang bertugas menyelenggarakan pembinaan fungsi kesekretariatan atau administrasi umum baik yang bersifat umum dan terpusat di lingkungan Mabes Polri. Dipimpin oleh Komisaris Besar Polisi. Nanang Chadarusman, S.I.K., M.Si.
    • Pelayanan Markas (Yanma) adalah unsur pelayanan yang bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan dan pelayanan umum dan urusan dalam di lingkungan Mabes Polri, khususnya menyangkut fasilitas Markas. Dipimpin oleh Komisaris Besar Polisi. Hindarsono, S.I.K., S.H., M.Hum.

    Unsur Pelaksana Tugas Utama

    Unsur pelaksana tugas Utama terdiri dari:

    • Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen dalam bidang keamanan bagi kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Kabaintelkam saat ini dijabat oleh Komisaris Jenderal Polisi. Drs. Syahar Diantono, M.Si.
    • Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris Jenderal Polisi. Kabareskrim saat ini dijabat oleh Komisaris Jenderal Polisi. Drs. Wahyu Widada, M.Phil.
    • Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Kabaharkam saat ini dijabat oleh Komisaris Jenderal Polisi. Dr. H. Muhammad Fadil Imran, M.Si.
    • Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan khususnya yang berkaitan dengan penanganan gangguan keamanan yang berintensitas tinggi (separatisme, terorisme, pemekaran, dan Anarkisme) dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Komisaris Jenderal Polisi. Dankor Brimob saat ini dijabat oleh Komisaris Jenderal Polisi. Drs. Imam Widodo, M.Han.
    • Korps Lalu Lintas (Korlantas), bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi pendidikan masyarakat, penegakan hukum, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi, dan identifikasi pengemudi dan kendaraan bermotor, serta mengadakan patroli jalan raya. Kakorlantas saat ini dijabat oleh Inspektur Jenderal Polisi. Dr. Drs. Aan Suhanan, M.Si.
    • Detasemen Khusus 88 (Densus 88), bertugas menyelenggarakan fungsi intelijen, pencegahan, investigasi, penindakan, dan bantuan operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terorisme. Kadensus 88 AT saat ini dijabat oleh Inspektur Jenderal Polisi. Drs. Sentot Prasetyo, S.IK.

    Unsur pendukung

    Unsur pendukung, terdiri dari:

    • Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lemdiklat Polri), bertugas merencanakan, mengembangkan, dan menyelenggarakan fungsi pendidikan pembentukan dan pengembangan berdasarkan jenis pendidikan Polri meliputi pendidikan profesi, manajerial, akademis, dan vokasi. Kalemdiklat Polri saat ini adalah Komisaris Jenderal Polisi. Drs. Purwadi Arianto, M.Si. Lemdiklat Polri membawahi:
    • Sekolah Staf dan Pimpinan Kepolisian (Sespim Polri), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pengembangan manajemen Polri. Terdiri dari Sespimma (dahulu Selapa), Sespimmen (dahulu Sespim) dan Sespimti (dahulu Sespati). Kasespim Polri saat ini dijabat oleh Inspektur Jenderal Polisi. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si.
    • Akademi Kepolisian (Akpol), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Perwira Polri. Gubernur Akpol dipegang oleh Inspektur Jenderal Polisi. Krisno Halomoan Siregar, S.I.K., M.H.
    • Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Calon Perwira Polri bagi para lulusan Perguruan Tinggi Negeri/Swasta.
    • Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), adalah unsur pelaksana pendidikan dan staf khusus yang berkenaan dengan pendidikan tinggi dan pengembangan ilmu dan teknologi kepolisian. Ketua STIK dipegang oleh Inspektur Jenderal Polisi. Prof. Dr. Dadang Hartanto, S.H., S.I.K., M.Si.
    • Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa), adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Calon Perwira Polri bagi Bintara Polri. Kepala Setukpa dipegang oleh Brigadir Jenderal Polisi. Dirin, S.I.K., M.H.
    • Pendidikan dan Pelatihan Khusus Kejahatan Transnasional (Diklatsusjatrans) adalah unsur pelaksana utama di bawah Lemdiklat Polri yang bertugas menyelenggarakan kerja sama, pendidikan dan pelatihan pemberantasan kejahatan transnasional bagi para penegak hukum. Diklatsusjatrans dipimpin oleh Kadiklatsusjatrans yang saat ini dijabat oleh Brigadir Jenderal Polisi. Yulius Audie Sonny Latuheru, S.I.K., M.Han.
    • Pendidikan dan Pelatihan Reserse (Diklat Reserse) adalah unsur pelaksana utama di bawah Lemdiklat Polri yang merupakan pusat pendidikan dan pelatihan bidang penyidikan. Diklat Reserse dipimpin oleh Diklat Reserse yang saat ini dijabat oleh Brigadir Jenderal Polisi. Agus Nugroho, S.I.K., S.H., M.H.
    • Pusat Pendidikan (Pusdik)/Sekolah terdiri dari:
      • Pusdik Intelijen (Pusdikintel)
      • Pusdik Lalu Lintas (Pusdiklantas)
      • Pusdik Tugas Umum (Pusdik Gasum)
      • Pusdik Brigade Mobil (Pusdik Brimob)
      • Pusdik Kepolisian Perairan (Pusdikpolair)
      • Pusdik Administrasi (Pusdikmin)
      • Pusdik Pembinaan Masyarakat (Pusdik Binmas)
      • Sekolah Bahasa (Sebasa)
      • Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan)
      • Sekolah Polisi Negara (SPN)
    • Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri adalah unsur pendukung di bidang kedokteran kepolisian dan kesehatan kepolisian pada tingkat Mabes Polri yang berada di bawah Kapolri yang dipimpin oleh Inspektur Jenderal Polisi. Dr. dr. Asep Hendradiana, Sp.AN., KIC., M.Kes., termasuk didalamnya adalah Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Polisi. dr. Prima Heru Yuli Hartono, M.Kes., M.H.
    • Pusat Keuangan (Puskeu) Polri adalah unsur pendukung di bidang pembinaan keuangan pada tingkat Mabes Polri yang berada di bawah Kapolri yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Polisi. Lukas Akbar Abriari, S.IK., M.H.
    • Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Polri adalah unsur pendukung di bidang penelitian, pengkajian dan pengembangan pada tingkat Mabes Polri yang berada di bawah Kapolri yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Polisi. Drs. Iswyoto Agoeng Lesmana Doeta, M.Si.
    • Pusat Sejarah (Pusjarah Polri) adalah unsur pendukung di bidang sejarah, museum, dan perpustakaan Polri pada tingkat Mabes Polri yang berada di bawah Kapolri yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Polisi. Hari Nugroho, S.IK.

     

    Kepolisian Daerah

    • Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung jawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda (Wakapolda).
    • Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor (Polres). Ada dua tipe Polda, yakni Tipe A-K, dan Tipe A Polda Tipe A-K saat ini hanya terdapat 1 Polda, yaitu Polda Metro Jaya. Polda Tipe A-K dan Tipe A dipimpin seorang perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal Polisi.
    • Setiap Polda menjaga keamanan sebuah provinsi.
    • Polres, membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota – kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor Metro (Polres Metro – wilayah hukum Polda Metro Jaya) serta Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes), untuk tipe urban dinamai Kepolisian Resor Kota (Polresta), dan untuk tipe rural bernama Kepolisian Resor (Polres). Polres memiliki satuan tugas kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Polisi (untuk Polrestabes dan Polresta) atau Ajun Komisaris Besar Polisi (untuk Polres)
    • Setiap Polres menjaga keamanan sebuah kota atau kabupaten.
    • Polsek maupun Polsek dipimpin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi (khusus untuk Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (untuk tipe urban), serta Ajun Komisaris Polsek (tipe rural). Di sejumlah daerah sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur Polisi Satu atau Inspektur Polisi Dua.
    • Setiap Polsek menjaga keamanan sebuah kecamatan.

    Setiap Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) memiliki sejumlah Direktorat dalam menangani tugas melayani dan melindungi, yaitu:

    • Direktorat Reserse Kriminal Umum
    • Subdit Keamanan Negara (Kamneg)
    • Subdit Harta Benda Bangunan Tanah (Hardabangtah)
    • Subdit Kriminal Umum (umum)
    • Subdit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras)
    • Subdit Reserse Mobile (Resmob)
    • Subdit Remaja Anak dan Wanita (PPA)
    • Unit Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint Identification System) / Identifikasi TKP (Tempat Kejadian Perkara)
    • Direktorat Reserse Kriminal Khusus
    • Subdit Tindak Pidana Industri Perdagangan dan Investasi
    • Subdit Tindak Pidana Perbankan
    • Subdit Tindak Pidana Korupsi
    • Subdit Tindak Pidana Tertentu
    • Subdit Tindak Pidana Siber
    • Direktorat Reserse Narkoba
    • Subdit Narkotika
    • Subdit Psikotropika
    • Direktorat Intelijen dan Keamanan
    • Direktorat Lalu Lintas
    • Subdit Pendidikan dan Rekayasa (Dikyasa)
    • Subdit Registrasi dan Identifikasi (Regident)
    • Subdit Penegakan Hukum (Gakkum)
    • Subdit Keamanan dan Keselamatan (Kamsel)
    • Subdit Patroli Pengawalan (Patwal)
    • Subdit Patroli Jalan Raya (PJR)
    • Direktorat Pembinaan Masyarakat (Binmas, dulu Bina Mitra)
      • Bagian Pembinaan Operasional
      • Subdit Pembinaan Ketertiban Sosial (Subdit Bin Tibsos)
      • Subdit Pembinaan Satpam/Polsus (Satpam/Polsus)
      • Subdit Pembinaan Perpolisian Masyarakat (Subdit Binpolmas)
      • Subdit Bhabinkamtibmas
    • Direktorat Samapta
      • Bagian Pembinaan Operasional
      • Subdit Gasum (Penugasan Umum)
      • Subdit Dalmas (Pengendalian Massa)
    • Direktorat Pengamanan Objek Vital (Pam Obvit)
      • Bagian Pembinaan Operasional
      • Subdit Kawasan Tertentu (Waster)
      • Subdit Pariwisata
      • Subdit VIP
      • Subdit Audit
    • Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud)
    • Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti)
    • Biro Operasional
      • Bag Kerma (Kerjasama)
      • Bag Dalops (Pengendalian Operasional)
      • Bag Bin Ops (Pembinaan Operasional)
    • Biro SDM
      • Bag Binkar (Pembinaan Karir)
      • Bag Dalpers (Pengendalian Personel)
      • Bag Watpers (Perawatan Personel)
      • Bag Psi (Psikologi)
    • Biro Rena (Perencanaan Umum dan Anggaran)
      • Bag Strajemen
      • Bag Program
      • Bag RBP
      • Bagrenprogar
    • Biro Logistik
      • Bag Ada (Pengadaan)
      • Bag Faskon (Fasilitas dan Konstruksi)
      • Bag Bekum (Perbekalan Umum)
      • Bag Pal (Peralatan)
      • Bag Infolog (Informasi Logistik)
    • Bidang Keuangan
      • Subbid BIA dan APK (Pembiayaan dan Akuntansi Pelaporan Keuangan)
      • Subbid Dal Friv (Pengendalian dan Verifikasi)
    • Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam)
      • Subbid Wabprof (Pertanggungjawaban Profesi)
      • Subbid Paminal (Pengamanan Internal)
      • Subbid Provos
    • Bidang Hukum
      • Kasubbid Bankum (Bantuan Hukum)
      • Subbid Sunluhkum (Penyusunan dan Penyuluhan Hukum)
    • Bidang Hubungan Masyarakat
      • Kasubbid Penmas (Penerangan Masyarakat)
      • Kasubbid PID (Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi)
      • Subbid Multimedia
    • Bidang Kedokteran Kesehatan
      • Subbid Dokpol (Kedokteran Kepolisian)
      • Kasubbid Kespol (Kesehatan Kepolisian)
    • Bidang Teknologi Informasi Polisi
      • Subbid Tekinfo (Teknologi Informasi)
      • Subbid Tekkom (Teknologi Komunikasi)

    Struktur wilayah

    Pembagian wilayah Polisi Republik Indonesia pada dasarnya didasarkan dan disesuaikan atas wilayah administrasi pemerintahan sipil. Komando pusat berada di Markas Besar Polri (Mabes) di Jakarta. Pada umumnya, struktur komando Polri dari pusat ke daerah adalah:

    • Pusat
    • Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri)
    • Tingkat Provinsi
    • Kepolisian Daerah (Polda)
    • Tingkat Kabupaten/Kota
    • Polisi Resor Metro (Polres Metro – Khusus di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya)
    • Polisi Resor Kota Besar (Polrestabes)
    • Polisi Resor Kota (Polresta)
    • Polisi Resor (Polres)
    • Tingkat Kecamatan/Distrik
    • Polisi Sektor Kota (Polsekta)
    • Polisi Sektor (Polsek)

    Wilayah hukum dari Polisi Wilayah (Polwil) adalah kawasan yang pada masa kolonial merupakan keresidenan. Karena wilayah seperti ini umumnya hanya ada di Pulau Jawa, maka di luar Jawa tidak dikenal adanya satuan berupa Polwil kecuali untuk wilayah perkotaan seperti ibu kota provinsi seperti misalnya Polwiltabes Makassar di Sulawesi Selatan.

    Mulai awal tahun 2010 seluruh Kepolisian Wilayah (Polwil) di Pulau Jawa sudah dihapus.

    Di beberapa daerah terpencil, ada pula pos-pos polisi yang merupakan perpanjangan tangan dari Kepolisian Sektor, yang dinamakan Kepolisian Sub-sektor.

  • Tentara Nasional Indonesia Sang Penjaga Indonesia

    Tentara Nasional Indonesia Sang Penjaga Indonesia

    Tentara Nasional Indonesia (disingkat TNI) adalah nama untuk angkatan bersenjata dari negara Indonesia. Pada awal dibentuk, lembaga ini bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR), lalu TKR dibubarkan dan kemudian berdirilah Tentara Republik Indonesia (TRI), dan berganti nama menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Kemudian setelah pemisahan antara militer dengan kepolisian maka diubah kembali menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) hingga saat ini.

    TNI terdiri dari tiga matra angkatan, yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima, sedangkan masing-masing angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf.

    Pada masa Demokrasi Terpimpin hingga masa Orde Baru, TNI pernah digabungkan dengan Kepolisian. Penggabungan ini dikenal secara kolektif dengan singkatan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan POLRI, maka sejak tanggal 18 Agustus 2000 keduanya kembali terpisah.

    Sejarah

    Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, otoritas militer di Hindia Belanda diselenggarakan oleh (KNIL). Meskipun KNIL tidak langsung bertanggung jawab atas pembentukan angkatan bersenjata Indonesia pada masa depan, (sebaliknya berperan sebagai musuh selama Revolusi Nasional Indonesia 1945-1949), KNIL juga telah memberikan andil berupa pelatihan militer dan infrastruktur untuk beberapa perwira TNI pada masa depan. Ada pusat-pusat pelatihan militer, sekolah militer dan akademi militer di Hindia Belanda. Di samping merekrut relawan Belanda dan tentara bayaran Eropa, KNIL juga merekrut orang-orang pribumi Indonesia.

    Pada tahun 1940 saat Belanda di bawah pendudukan Jerman Nazi, dan Kekaisaran Jepang mulai mengancam akses pasokan minyak bumi ke Hindia Belanda, Belanda akhirnya membuka kesempatan penduduk pribumi di Pulau Jawa untuk masuk sebagai anggota KNIL.

    Selama Perang Dunia Kedua dan pendudukan Jepang di Indonesia perjuangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan mulai memuncak. Untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dalam perang melawan Pasukan Sekutu, Jepang mulai mendorong dan mendukung gerakan nasionalis Indonesia dengan menyediakan pelatihan militer dan senjata bagi pemuda Indonesia. Pada tanggal 3 Oktober 1943, militer Jepang membentuk tentara relawan Indonesia yang disebut PETA (Pembela Tanah Air). Jepang membentuk PETA dengan maksud untuk membantu pasukan mereka menentang kemungkinan invasi oleh Sekutu ke wilayah Asia tenggara.

    Pelatihan militer Jepang untuk pemuda Indonesia awalnya dimaksudkan untuk menggalang dukungan lokal bagi Kekaisaran Jepang, tetapi kemudian menjadi sumber daya yang sangat berarti untuk Republik Indonesia selama Perang Kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949 dan juga berperan dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat pada tahun 1945

    Pembentukan

    Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.

    BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.

    Akhirnya, melalui Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 26 Januari 1946, diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

    Sejak 1959, tanggal 5 Oktober ditetapkan sebagai Hari Angkatan Perang atau Hari Angkatan Bersenjata, yang saat ini disebut sebagai Hari Tentara Nasional Indonesia, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk memperingati peristiwa kelahiran angkatan bersenjata Indonesia.

    Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya. di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 15 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947

    Perkembangan

    Dari tahun 1950 hingga 1960-an Republik Indonesia berjuang untuk mempertahankan persatuan negara terhadap pemberontakan lokal dan gerakan separatis di beberapa provinsi. Dari tahun 1948 hingga 1962, TNI terlibat dalam perang lokal di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan melawan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), sebuah gerakan militan yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia. TNI juga membantu menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan pada tahun 1963. Kolonel Bayu

    Dari tahun 1961 sampai 1963, TNI terlibat dalam operasi militer untuk pengembalian Irian Barat ke Indonesia, dari tahun 1962-1965 TNI terlibat dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia.

    Indonesia mengembangkan hubungan baik dengan Uni Soviet pada periode tahun 1961-1965. Uni Soviet memberikan 17 kapal untuk Angkatan Laut Indonesia. Kapal terbesar yang diberikan adalah kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan bobot mati 16.640 ton, sangat besar juga dibandingkan dengan kapal korvet kelas Sigma yang hanya 1.600 ton. Indonesia memperoleh 12 kapal selam kelas Whiskey ditambah 2 kapal pendukung. Di Angkatan Udara Indonesia memiliki lebih dari seratus pesawat militer, 20 supersonik MiG-21s, 10 supersonik MiG-19, 49 MiG-17 dan 30 MiG-15.

    Masa orde baru

    Pada masa Orde Baru, militer di Indonesia lebih sering disebut dengan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). ABRI adalah sebuah lembaga yang terdiri dari unsur angkatan perang dan kepolisian negara (Polri). Pada masa awal Orde Baru unsur angkatan perang disebut dengan ADRI (Angkatan Darat Republik Indonesia), ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Namun, sejak Oktober 1971 sebutan resmi angkatan perang dikembalikan lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia, sehingga setiap angkatan sebut dengan TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara.

    Pada masa Orde Baru ketika Presiden Soeharto berkuasa, ABRI ikut serta dalam dunia politik di Indonesia. Keterlibatan militer dalam politik Indonesia adalah bagian dari penerapan konsep Dwifungsi ABRI yang kelewat menyimpang dari konsep awalnya. Pada masa ini banyak sekali orang-orang militer ditempatkan di berbagai perusahaan dan instansi pemerintahan. Di lembaga legislatif, ABRI mempunyai fraksi sendiri di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang anggota-anggotanya diangkat dan tidak melalui proses pemilu, disebut dengan Fraksi ABRI atau biasa disingkat FABRI.

    Dari tahun 1970 hingga tahun 1990-an militer Indonesia bekerja keras untuk menekan gerakan separatis bersenjata di provinsi Aceh dan Timor Timur. Pada tahun 1991 terjadi Peristiwa Santa Cruz di Timor Timur yang menodai citra militer Indonesia secara internasional. Insiden ini menyebabkan Amerika Serikat menghentikan dana IMET (International Military Education and Training), yang mendukung pelatihan bagi militer Indonesia.

    Era reformasi

    Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, gerakan demokratis dan sipil tumbuh mengganti peran militer dalam keterlibatan politik di Indonesia. Sebagai hasilnya, TNI pada masa ini telah mengalami reformasi tertentu, seperti penghapusan Dwifungsi ABRI. Reformasi ini juga melibatkan penegak hukum dalam masyarakat sipil umum, yang mempertanyakan posisi polisi Indonesia di bawah payung angkatan bersenjata. Reformasi ini menyebabkan pemisahan kepolisian dari militer. Pada tahun 2000, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara resmi kembali berdiri sendiri dan merupakan sebuah entitas yang terpisah dari militer. Nama resmi militer Indonesia juga berubah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menjadi kembali Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dibentuklah 3 peraturan perundang-undangan baru yaitu UU 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU no. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Calon Panglima TNI saat ini harus diajukan Presiden dari Kepala Staf Angkatan untuk mendapat persetujuan DPR. Hak politik TNI pun dihilangkan serta dwifungsi ABRI dihilangkan.

    tugas pokok TNI saat ini dapat berupa operasi militer untuk perang atau operasi militer selain perang, yaitu untuk:

    1. mengatasi gerakan separatis bersenjata;
    2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
    3. mengatasi aksi terorisme;
    4. mengamankan wilayah perbatasan;
    5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
    6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
    7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
    8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
    9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
    10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
    11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
    12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
    13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
    14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

    Militer Indonesia melanjutkan keterlibatan dan kontribusinya misi penjaga perdamaian PBB melalui Kontingen Garuda. Setelah tahun 1999, pasukan Indonesia dikirim ke Afrika sebagai bagian dari Misi PBB di Republik Demokratik Kongo. TNI juga telah menjadi bagian dari Pasukan Sementara PBB di Lebanon, UNAMID, UNSMIS, MINUSTAH, UNISFA, UNMISS, UNMIL.

    Setelah darurat militer Aceh 2003-2004 & tsunami Aceh tahun 2004, pemerintah Amerika Serikat menghentikan embargo suku cadang yang telah berjalan terhadap senjata yang tidak mematikan dan kendaraan militer, untuk mendukung upaya kemanusiaan di daerah yang terkena dampak tsunami di Aceh dan Nias. Sejak itu, Angkatan Udara Indonesia telah menandatangani kesepakatan untuk membeli lebih banyak pesawat angkut C-130. Pada tanggal 22 November 2005, Amerika Serikat mengumumkan bahwa hubungan militer dengan Indonesia akan dipulihkan secara penuh. Keputusan ini mengakhiri enam tahun larangan penjualan senjata Amerika Serikat ke Indonesia TNI

    Motto

    Pada masa TNI digabung dengan POLRI menggunakan Catur Dharma Eka Karma yang disingkat dengan CADEK. Seiring berjalannya era reformasi di Indonesia, TNI mengalami proses reformasi internal yang signifikan. Di antaranya adalah perubahan Catur menjadi Tri setelah terpisahnya POLRI dari ABRI.

    Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI nomor Kep/21/I/2007 tertanggal 12 Januari 2007, Penerangan TNI ditetapkan menjadi Tri Dharma Eka Karma yang disingkat dengan TRIDEK.

    Jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah (Pasal 2 UU TNI):

    1. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang Prajuritnya berasal dari warga negara Indonesia;
    2. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Dan Persatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;
    3. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama; dan
    4. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak arogan, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan negara Republik Indonesia dan UUD 1945, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

    Organisasi

    Markas Besar Tentara Nasional Indonesia berada di bawah koordinasi dengan Presiden RI. Perwira paling senior di Mabes TNI, Panglima TNI, adalah perwira tinggi berbintang empat dengan pangkat Jenderal, Laksamana dan Marsekal memimpin TNI di bawah Presiden. Berdasarkan Peraturan Presiden no. 10 tahun

    Unsur Pimpinan TNI

    Jabatan tertinggi di Tentara Nasional Indonesia adalah Panglima Tentara Nasional Indonesia, yang biasanya dijabat oleh Jenderal, Laksamana, Marsekal berbintang empat Sesuai Pangkat Di Tiap Matra TNI. Saat ini Panglima TNI dijabat oleh Jenderal TNI Agus Subiyanto yang sudah menjabat sejak 22 November 2023 yang dilantik langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

    Kekuatan

    Mulai tahun 2010 pemerintah Indonesia berusaha untuk memperkuat TNI agar mencapai standar kekuatan pokok minimum (bahasa Inggris: Minimum Essential Force (MEF)). MEF dibagi menjadi tiga tahap rencana strategis sampai tahun 2024. Pada awalnya pemerintah menganggarkan Rp156 triliun untuk penyediaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI pada periode MEF 2010-2014